Kejadian-kejadian aneh di sekitar lokasi Tugu Gaja
1. Penemuan pusara/makam Ja Parjanjian (Mangaraja Parjanjian I) dan isterinya marga Harahap dari Sabungan Julu (daerah Angkola Julu). (Nara sumber: a. Daulat Pane/Ja Kola gelar Batara Rumare, lahir Juli 1909; b. Ompu Nurman, meninggal sekitar tahun 1988, dalam usia 90 tahun lebih).
Pada tahun 1934, Mangaraja Parjanjian III, Raja di Sibadoar meninggal dunia dalam usia yang relatif masih muda. Puteranya laki-laki tertua bernama Sutan Panindoan Muda, pada waktu itu bertugas sebagai perawat kesehatan di Rumah Sakit Balige.
Sehubungan dengan meninggalnya Mangaraja Parjanjian III, beliau sebagai ahli waris Raja Sibadoar, mengajukan permohonan untuk dipindah tugaskan di daerah Sipirok. Permohonan ini dikabulkan pada tahun 1935. Sesuai kesepakatan kahanggi, anak boru, mora dan hatobangon Huta Sibadoar, beliau diangkat menjadi Raja menggantikan ayahandanya yang telah meninggal dunia (pada waktu itu Raja diangkat berdasarkan hak waris).
Di waktu senggang beliau/keluarga bertanam sayur-sayuran di lokasi Lobu Sibadoar milik pusakanya, tetapi tidak sampai mengganggu keberadaan pohon Pau Sibadoar. Pada waktu demikian itulah, isterinya marga Pohan dari Bagas Lombang Sipirok jatuh sakit. Jenis penyakit yang dideritanya tidak jelas, namun sebagai akibatnya badan penderita semakin lemah, nyaris tidak dapat meninggalkan tempat tidur kalau tidak dibantu, dan yang paling menyusahkan, penglihatan menjadi kabur mendekati buta.
Oleh suaminya Sutan Panindoan Muda, sebagai perawat kesehatan yang berpengalaman, berusaha sekuat tenaga dan kemampuannya untuk mengobati, namun sejauh itu tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan dan karena sudah berlarut-larut, keluarga menjadi pesimis dan menerima keadaan sebagaimana adanya.
Seperti sudah diadatkan tempo doeloe, kahanggi, anak boru, mora dan hatobangon di Huta Sibadoar turut prihatin atas keadaan si sakit, serta juga turut berusaha mencari obat penawar agar sembuh. Berhubung sementara ada pendapat penyakit itu bukan penyakit biasa (disebut na ngali-ngali), mereka mencari dukun kampung (manopot datu) yang diketahui mempunyai kemampuan mengobati penyakit sejenis itu.
Orang pintar yang ditopot, seorang yang sudah lanjut usia marga Tambunan bernama Ja Itcor dari kampung tetangga yang statusnya kebenaran mar-mora atau anak boru dari marga Siregar Sibadoar. Oleh beliau sesuai “penglihatan” atau “amalannya” dengan tidak ragu-ragu mengatakan sakit yang diderita berawal dari “kebun sayur” yang dikerjakan di lokasi Lobu Sibadoar, ditempat mana berada makam/pusara pendiri Huta Sibadoar.
Perlu diketahui kebun dimaksud sudah lama tertinggal/tidak lagi diusahai yaitu sejak boru Pohan sakit. Beliau melihat makam/pusara tidak dipelihara dengan baik oleh para turunannya. Seterusnya menurut penglihatan ada pohon besar mengotori makam/pusara, dan keadaan itu sudah berlangsung lama. Olehnya disarankan untuk menyingkirkan kayu/pohon yang mengotori makam.
Inilah tandanya: supaya dicari tunggul kayu yang menghunjam kedalam tanah yang tidak ber-akar. Disitulah makam/pusara pendiri Huta Sibadoar, hendaknya pusara/makam itu dibersihkan dan dipelihara baik-baik, dengan demikian si sakit akan segera sembuh dan pulih kesehatannya seperti sedia kala. Sesuai saran dan petunjuknya, beberapa orang tua dari Huta Sibadoar, termasuk kedua narasumber tersebut pada suatu hari yang disepakati sebelumnya, mencari makam/pusara dimaksud.
Catatan:
Sampai dengan waktu kejadian itu, tempat makam/pusara pendiri Huta Sibadoar tidak diketahui, hanya diyakini berdasarkan cerita-cerita orang-orang tua terdahulu, makam/pusara ada disekitar pohon Pau Sibadoar yang sudah sangat tua, dan seingat orang-orang tua di Huta Sibadoar pada masa itu, pohon Pau Sibadoar sudah ada di lokasi Lobu Sibadoar sejak dia-nya masih anak-anak. Disekitar/dibawah pohon
Ada sementara keterangan, kuburan yang ada disekitar Pau Sibadoar, sebelah Timur arah matahari terbit pemakaman marga Siregar (raja bulu aor sipungka huta), sebelah Barat arah matahari terbenam pemakaman marga Pane. Kuburan na umpompar marga Lubis disebelah Utara (situasi sekarang seberang jalan raya). Marga Lubis dan Pane anak boru pusako (bantara kiri – pamintori ni mora), Huta Sibadoar. Pemakaman marga Sagala di Lobu Singkam di pinggir Aek Lampesong, kiri jalan raya Sibadoar ke jembatan Aek Siguti. Marga Sagala adalah mora marga Siregar (bantara kanan – sihurtuk tondi ni anak boru).
Memakan waktu 2 (dua) hari mereka mencari pohon kayu mati yang tidak ber-akar (tukko ni hayu na so mar-urat); akhirnya mereka menemukannya. Ada cabang pohon Pau bekas dipotong (tunggulnya lebih besar dari paha orang dewasa), jatuh menghujam/terbenam ke dalam tanah ± 1 (satu) meter, sebenarnya lebih dalam lagi, karena bagian pangkal yang terhujam sudah lapuk dan busuk, patah dan menyatu dengan tanah sewaktu dicabut.
Sesuai dengan petunjuk orang tua tadi, lokasi dibersihkan, dan nyatalah di situ ada tanda-tanda makam/pusara tua yang tidak terpelihara. Ditemukan ada batu nisan, dan batu-batu lain sebagai pembatas badan kuburan (marpangombing batu na marrimbasa). Hari sudah sore, hari kedua mereka mencari dan membersihkan makam/pusara sesuai petunjuk orang tua itu. Dan aneh, si sakit yang selama ini tidak dapat berdiri sendiri dari tempat tidur, seolah telah pulih kesehatannya, dan mereka temui di sore hari mereka telah kembali dari makam/pusara sedang duduk-duduk di serambi depan rumah, matanya yang tadinya rabun telah dapat melihat normal seperti sediakala.
Mitos ada kalanya kita mau mempercayainya